Halo, semua! Namaku Taylor Alison Swift. Seorang mahasiswi yang sekarang sedang menjalankan kuliah di Art University. Umurku sekarang dua puluh tahun. Di Art University, aku mengambil jurusan musik. Ya, aku memang sangat menggemari musik. Musik adalah hidupku, terutama bernyanyi. Tapi, aku tentu saja bisa memainkan instrument musik juga. Selain bernyanyi dan memainkan alat musik, aku juga bisa membuat lagu sendiri.
Mengenai cirri fisikku, aku memiliki rambut ikal panjang berwarna pirang. Tubuhku tinggi dan kulitku putih. Aku lahir pada tanggal 13 Desember. Dan nomor 13 adalah favoritku! Mengenai pacar, ehem, aku belum punya. Bukannya karena aku tidak laku. Tapi, belum ada saja yang cocok untukku. Yah, mungkin suatu hari nanti. Oke, kita mulai ceritanya!
---
Hari ini benar-benar hari yang melelahkan! Bagaimana tidak? Selama empat jam berkutat dengan berbagai alat musik dan not balok. Tapi, ini tetap terasa menyenangkan. Aku dan sahabatku, Selena Marie Gomez, atau biasa dipanggil Selena, sedang nongkrong di sebuah kafe di depan Art University.
“Melelahkan, ya, Tay?” tanya Selena setelah menyeruput strawberry juice-nya.
Aku menganggukan kepala setuju. “Ya. Mrs. Colline memang sangat serius. Semoga minggu depan kita bisa lulus tesnya.”
“Amin,” Selena mengamini.
Kemudian, seorang pria dengan beberapa temannya datang bergerombol masuk ke dalam kafe. Aku mengenal beberapa di antara mereka. Mereka memang satu tempat kuliah, namun berbeda jurusan. Yang pertama, Bruno Mars. Seorang laki-laki yang satu kelas juga denganku. Dia sangat jago bernyanyi.
Kedua, Justin Drew Bieber. Jurusannya juga musik, tapi sayang dia tidak satu kelas denganku. Aku sekelas dengan Bruno dan Selena. Umur Justin memang lebih muda dibandingkan dengan umurku dan Bruno.
Dan yang terakhir … tunggu. Aku tak mengenalnya. Siapa dia? Sekilas matanya melirik ke arah dengan tatapan aneh. Aku berhenti menatapnya dan mengalihkan pandangan ke arah Selena yang sedang menatap Justin itu.
“Selena!” seruku memecahkan lamunan Selena.
“Oh! Maaf, Tay. Emm … ngomong-ngomong, Justin ganteng, ya?” ujar Selena dengan wajah memerah. Aku menutup mulutku kaget.
“Jangan bilang kalau kamu suka Justin!” seruku kaget. Tentu saja jelas. Umur Justin, kan, lebih muda daripada Selena. Bakal ada kejadian heboh di Art University kalau sampai Justin dan Selena berpacaran.
Selena hanya nyengir dengan wajah merona merah. “Nggak tau, deh. Aku cuma ngerasa enchanted aja.” Wajah Selena merona merah membayangkan Justin.
Aku hanya tertawa kecil melihat Selena seperti itu. Dasar, orang kasmaran!
Tanpa aku sadari, salah seorang yang entah siapa namanya yang kini sedang berkumpul dengan Bruno dan Justin memandangiku terus. Aku jadi salting. Wajahku langsung merona merah.
“Ehem,” Selena berdehem memandangku curiga.
“Kenapa?”
“Kamu merhatiin Taylor terus …”
Aku menggaruk kepalaku bingung. “Namaku memang Taylor, Selena …”
Selena terkikik kecil. Aku tetap saja bingung. “Ya ampun … Kamu nggak kenal dia, hah?” tanya Selena agak meremehkan. Aku menggelengkan kepala. “Namanya Taylor Daniel Lautner. Dia juga kuliah di Art University. Seumuran dengan kita. Pacarnya namanya Avril Lavigne. Dia kuliah di Fan Santio University.”
Mendengar itu aku hanya ber-ooh pendek saja. Namanya Taylor juga ternyata. Sama sepertiku. Hmm … unik juga.
“Sel, aku kebelakang dulu, ya!” ucapku sambil berdiri. Aku segera pergi kebagian toilet wanita.
Aku sangat kaget ketika akan memasuki toilet wanita, si Lautner juga ikut ke toilet pria. Dengan cepat aku masuk ke toilet wanita. Toilet wanita sepi. Aku menatap wajahku di kaca. Rasanya, dia mengikutiku. Namun, aku segera membuang perasaan itu. Tidak mungkin! Lautner sudah memiliki kekasih dan aku juga tidak mengenalnya. Jadi, lupakan.
Lalu, aku segera keluar dari toilet wanita. Ketika aku akan kembali ke meja tempat Selena berada, aku tidak sengaja menabrak seseorang.
Bruk!
Oh my God! Aku menabrak si Lautner. Wajahku langsung merona merah. Menahan malu karena menabraknya dan sudah GR sendiri menganggap Lautner memerhatikanku terus. Aku segera berdiri dan menyibak dress yang aku pakai.
“Maaf,” aku dan Lautner mengucap maaf secara bersamaan.
“Aku Taylor,” Taylor Daniel Lautner menujulurkan tangannya kepadaku.
Aku menjabatnya. “Aku Taylor.”
Seketika wajah Lautner berubah jadi kaget. “Namamu Taylor juga?”
“Ii … iya,” jawabku terbata-bata. Malu.
“Wah, keren. Kamu kuliah di Art University juga?” tanyanya lagi, antusias dengan diriku ini.
Aku menganggukan kepala. “Aku di jurusan musik. Satu kelas dengan Bruno Mars.”
“Aku di jurusan acting perfilman,” katanya. Kemudian, handphone Lautner berdering. Dia segera mengangkatnya. “Halo? Oh, iya, Dear. I will go there now. Bye-bye, Dear.”
“Maaf, Taylor. Aku harus pergi. Ehm … sebelumnya, bisa aku minta nomor telepon, pin BB, dan u-name twittermu?” tanya Lautner seusai bertelepon.
“Ya.” aku segera mendiktekan nomor teleponku, pin BB-ku, dan u-name twitterku.
“Terima kasih. Nanti aku akan menghubungimu,” Lautner pergi menuju ke arah Justin dan Bruno yang menunggu di depa pintu kafe.
Kejadian barusan terasa aneh. Sebuah rasa menjalar begitu saja. Errr … ingat! Dia sudah punya pacar! Aku segera menghampiri Selena yang masih sibuk dengan handphone-nya.
“Lama banget,” kata Selena tidak mengalihkan pandangannya dari handphone-nya.
“Maaf …”
Selena mengepalkan tangannya. “Aku ingin punya pin BB Justin! Bagaimana caranya, ya?” Selena memandang kea tap kafe.
“Oh ya, tadi sehabis dari toilet aku gak sengaja bertabrakan dengan Lautner. Kemudian kita saling kenalan dan tuker pin. Mungkin, nanti aku bisa tanya ke Lautner.”
Wajah Selena langsung mengembang senang. “Makasih, Taylor!!! You are my best friend forever!!” pekik Selena senang sekali.
“Ya udah. Kita pulang sekarang, yuk,” ajakku. Aku dan Selena pun ke luar dari kafe, tempat pertama di mana aku mengenal Lautner, seorang pria yang berhasil membuat suatu perasaan yang dulu pernah kurasa …