Welcome

Welcom to my site! Hope you enjoy to exploring my blog and we can share all about anime, J-Pop, manga, and Japan! ♥

Senin, 09 Juni 2014

Kagerou Days V - The Deceiving (Yobanashi Deceive II)

Lagi ga da kerjaan dan lagi suka sama Kagerou Project. Jadi aku mau posting hasil translate yang gagal banget pasti hahaha T_T
Kenapa dari Yobanashi Deceive II? Karena yang belum aku baca translatenya dari sini. Kalau mau liat yang sebelumnya coba mampir ke blog kaorihikari, dari volume 3 sampai Yobanashi Deceive I. So, here you are ...

English translate: tateyamaa.tumblr.com









Cerita Malam Menipu II (Yobanashi Decive II)



Musim panas telah berakhir.
Bahkan panas yang memuakkan dan suara jangkrik menghilang, meninggalkanku sendirian.
Berbaring di sebuah ruangan yang sebagiannya adalah gudang, hari ini lagi, aku tidak memiliki apapun untuk dilakukan kecuali untuk menjalani hidupku.
Sejak Ibu meninggal, aku telah ditendang ke sana-ke mari seakan-akan aku adalah sepakbola, dan akhirnya, ini adalah kamar yang diberikan untukku.
Keluarga yang mengadopsiku sepertinya saudara jauh dari ibuku, tapi hubungan kami sangat kosong, hampir seperti kami tidak memiliki hubungan darah.



Dua bulan telah berlalu.
Walau aku satu-satunya yang selamat, tidak pernah sekalipun aku memikirkan tentang kematian.
Ini adalah pertama kalinya aku sadari – bahkan alasanku untuk hidup atau mati hanya ada di bawah persyaratan ibuku juga – ada.
Bahkan jika aku mati di sini, apa yang bisa aku lakukan?
Apapun yang aku lakukan, aku tidak akan melihat ibuku lagi, jadi tidak ada gunanya.
Terlepas dari itu, fakta bahwa aku masih anak ibuku tidak akan pernah berubah.
Jika aku, seseorang yang untungnya selamat, akhirnya menyebabkan masalah kepada orang lain … jika aku tiba-tiba mati dan menyebabkan masalah, aku akan merasa kasihan kepada ibu.
Aku tidak akan mampu mengatasi sesuatu seperti itu.
Aku akan hidup normal, dan mengulang hari-hari tidak berarti ini.
Sekarang, itu adalah hal yang paling masuk akal untuk dilakukan.



Ketika aku berbaring, aku tidak sengaja mulai menatap langit-langit; dari jendela yang terbuka, angin sejuk bertiup ke dalam ruangan.
Paling tidak, aku tidak akan terus seperti ini selamanya.
Aku harus menjadi kuat, aku harus bekerja, aku harus makan.
Aku harus bergegas dan menjadi dewasa …
Saat aku memikirkan kata “dewasa”, sesuatu di dalam hatiku bergerak.
Menggigil, aku duduk, tetapi aku tidak memiliki kesulitan bernapas, atau kesakitan di dada.
“Apa yang terjadi …”
Apakah seharusnya aku tidak membuka jendela?
Akan buruk jika kedinginan.
Sejujurnya, aku tidak berpikir pasangan ini benar-benar menyukaiku.
Jika aku akhirnya demam, mereka pasti tidak akan menerimanya dengan baik.
Hanya dalam kasus, aku memutuskan lebih aman untuk mengambil beberapa obat demam – tapi bagaimana aku melakukannya?
Omong-omong, aku ingat ketika aku diberikan tur singkat mengelilingi rumah, aku diberitahukan dimana obat demam.
Aku tidak tahu pasti keberadaannya, tapi sejak aku diberitahu dimana itu, berarti mengambilnya tidak akan masalah.
“Hmm~… Aku rasa aku akan pergi dan meminta.”
Meminta izin dan menggunakannya sebagai kesempatan untuk bertanya dimana itu berada, aku akan membunuh dua burung dengan satu batu. Sebelum demamnya semakin buruk, aku akan menghancurkannya.
Aku berdiri, dan meninggalkan kamar.



Dibandingkan rumahku dulu, rumah ini lebih bagus dan mewah.
Tapi sekali lagi, rumah ini mungkin tidak melebihi standar dari tipikal rumah keluarga biasanya.
Bahkan pikiran bahwa rumah ini “mewah” itu hanya akibat dari pemikiranku yang terlalu dibesar-besarkan.
Jika seseorang berkata padaku “ini normal,” aku yakin tidak akan mampu menyanggah klaim mereka.
Tapi tetap saja.
Walau aku tidak pernah sekali pun mengatakan hal ini – atau aku juga tidak punya niat untuk mengatakannya – dekorasi sekitar rumah dan lukisan yang digantung di dinding tidak begitu menarik bagiku.
Berjalan di lorong, aku pasti akhirnya menghadapi patung aneh, yang membuat punggungku menggigil.
Mungkin ini adalah, sayangnya, patung yang tidak akan pernah dimengerti oleh orang sepertiku.
Meskipun aku tidak bisa menyalahkan si Pembuat Patung, sebagai orang yang membersihkannya setiap hari, aku tidak benar-benar membantu tetapi mengeluh, mengatakan sesuatu seperti “Mengapa kau tidak membuatnya lebih sederhana?!”
Melewati patung, aku membuka pintu menuju dapur, dan melangkah masuk.
Di sekitar meja makan, aku berasumsi bibiku*berada di dalam, sedang bersantai, tetapi sepertinya prediksiku salah.
Bibiku tidak ada dimana pun, dan dari gunung piring dan alat makan yang menunggu untuk dicuci, aku bisa melihat bahwa persiapan makan malam belum dimulai.
“Dia tidak ada di sini … huh. Apa yang harus aku lakukan?”
Bagaimana pun juga, tidak cukup bodoh untuk pergi keluar dan mencari bibiku di kamarnya.
Tapi memikirkan tentang bagaimana aku harus menunggu di sini di dapur sampai dia datang membuatku meras tidak enak juga.
Untungnya, ingatanku dimana obat demam berada sekarang menjadi jelas, ada di dapur ini.
Jika aku mengingatnya dengan baik, obatnya ada di laci lemari.
Terlalu berhati-hati juga membuatku tidak nyaman, jadi aku memutuskan untuk membuka laci, mengambil tablet jika itu ada di sana, dan kemudian segera kembali ke kamarku.
Berdiri di dekat bagian belakang dapur, aku berjalan menuju lemari mewah.
Sudah cukup baik jika aku hanya melihat dimana aku pergi dan berjalan, tetapi untuk beberapa alasan, mataku tertuju pada tumpukan sendok garpu.
Dan pada saat itu, aku melihat pisau.
Pisau itu replika yang tepat untuk menggambarkan pisau yang laki-laki itu gunakan untuk menusuk ibuku pada hari itu.
Rasa dingin mengalir di tulang belakangku seperti cepatnya jantungku berdetak.
Tentu saja, ini sebenarnya bukan pisau yang mengambil ibuku dariku. Sebagai bukti, ada tanda-tanda pisau ini telah digunakan sebelumnya.



Perlahan-lahan, aku mengulurkan tanganku ke arah pisau itu.
Memegang pisau pada pegangannya, aku membalikannya, melihat betapa beratnya itu.
Bahkan dibandingkannya dengan sisa peralatan makan di rumah ini, sudah jelas bahwa tidak ada yang bisa dibandingkan dengan pisau ini. Ini pasti mahal.
“… bagaimana bisa, Ibu? Walau kau membeli barang semahal ini, bagaimana kau bisa mati tanpa menggunakannya sekali pun?”
Hari ketika ia membeli satu set pisau, Ibu berbicara aneh.
Walau itu terlihat sehari setelahnya, ia benar-benar lupa tentang hal itu, aku masih ingat apa yang ibu katakan hari itu, matanya berbinar – “Dengan Menggunakan ini, kita akan membuat masakan yang benar-benar enak!”
--Ketika pikiran-pikiran ini memenuhi kepalaku, hatiku dipenuhi dengan kesepian.
Ingatan tentang wajah ibu, suara dan harumnya tiba-tiba memukulku sekaligus.
Ibu ….




“AAAAAHHHHHH!!”
Aku kehilangan kata-kata saat aku mendengar jeritan menusuk.
Ketakuan dan siluet bibiku yang menatapku dari pintu, yang sedang bersiap membuat makan malam.
Dari ekspresinya, tampak seolah-olah ia melihat monster, ketakutannya tertulis jelas di wajahnya.
Oh tidak.
Apakah aku menakutinya karena aku memegang pisau?
“Ah, maaf! Aku hanya melihat-lihatnya, hanya itu!”
Aku mengembalikan pisau ke atas lap dengan panik, dan menunjukkan tangan kosongku.
Tentu saja aku tidak berniat menyerangnya sama sekali, jadi ini adalah hal terbaik untuk dilakukan.
Dia mudah-mudahan meyakinkan sekarang. Jika aku menakutinya dan dia melaporkannya kepada seseorang, itu akan menjadi buruk.



Tapi …
Apa yang sudah kulakukan tidak menenangkan bibiku tapi mengakibatkan wajahnya memucat daripada sebelumnya – dia sangat ketakutan, seluruh tubuhnya mulai bergetar.
Tidak peduli bagaimana pun aku melihatnya, jelas ada sesuatu yang salah. Apa yang ia takuti?
Ketika aku akan bertanya dengan lembut apakah ia baik-baik saja, bibiku, dengan suara yang nyaris sebuah jeritan, mulai berbicara.
“Ke-kenapa kau … begitu membenci kami?”
Kebencian … aku tidak merasakan itu sama sekali.
Aku justru berterima kasih mereka membiarkanku tinggal di sini.
“Ah, um, tolong tenanglah terlebih dahulu …”
Aku tidak mengerti apa yang berusaha ia ucapkan, tapi aku ingin menjelaskan kesalahpahaman terlebih dahulu, dan melangkah menuju bibiku.
Selain itu, tidak ada apapun di tanganku, tak peduli bagaimana orang melihatnya, tidak ada terlihat itu tampak disengaja…
“Jangan…!J-jangan mendekat!”
Kerja kerasku sia-sia;saat ia meneriakan ini, bibiku melarikan diri menuju koridor.
“Aaah! T-tunggu!”
Tanpa bergerak dari tempatku, aku meneriakkan ini, tapi sebelum aku selesai dengan kalimatku, ia sudah membuka pintu, dan lari entah kemana.
Klik! Hanya suara pintu menutup yang bergema di sekitar ruangan.
Oh tidak. Tidak tidak tidak.
Ini sangat mengerikan.
Aku tidak berniat melakukannya, tapi aku menyebabkan kesalah pahaman besar.
“A-apa yang aku lakukan?! Aaaahh …”
Hal yang terburuk adalah, bahkan jika aku menutup kepalaku dan minta maaf, waktu tidak akan kembali.
Aaah, mengapa aku melakukan hal yang tidak perlu seperti itu lagi.
Kalau saja aku tinggal di kamarku.
Kalau saja aku tidak mencoba untuk melakukan hal sebodoh mencari obat demam, ini tidak akan terjadi …
“……hah?!”
Pusing, aku berbalik dan memelototi pisau.
Ini kesalahan benda ini juga.
Berapa banyak kesialan yang dibawa benda ini padaku?
Melihat pisau elegan, berkilauan di dalam cahaya seakan mengejekku, kemarahan yang tidak bisa dibendung mulai bangkit.
“……hah?!”
Menghadapi pemandangan aneh ini, aku melempar pisau dengan ngeri, dan duduk di atas lantai, terguncang.
Aku dengan pelan menampar wajahku sendiri, tapi sepertinya ada yang salah. Seperti dugaanku, tidak ada cara lain untukku menerima ini kecuali mengeceknya kembali.
Dalam kekacauan, aku lari keluar dapur, melewati patung aneh, dan berlari ke kamar mandi.
Pada saat itu, aku berhenti mati di depan bayanganku sendiri di cermin di atas wastafel.




“K-kenapa?”
Bayangan di cermin bukan wajahku sendiri yang biasanya kulihat, tapi wajah ibuku.
Jika ini sebenarnya reuni dengan Ibu, aku akan berlari menuju pelukannya tanpa berpikir dua kali.
Tapi itu tidak mungkin. Ibu sudah meninggal.


Terlepas dari kenyataan bahwa yang kulihat mustahil, pikiranku entah bagaimana dengan tenang mencerna segalanya.
Aku mendekat ke arah cermin, dan mencoba mencubit pipiku.
Tidak diragukan lagi, itu adalah wajah ibuku yang aku lihat, tapi aku bisa merasakan cubitan pipiku berkata sebaliknya.
Aku bergerak mendekati cermin.
Aku berusaha membukan dan menutup mulutku, dan seperti berusaha mengikutiku, wajah Ibu di cermin juga bergerak.
Tidak salah lagi, ini adalah aku.
Aku bahkan tidak bisa membayangkan apa yang menyebabkan masalah seperti ini terjadi; aku hanya tahu bahwa sekarang, aku terlihat seperti ibuku.
Saat aku menyimpulkan ini, sesuatu yang lain muncul dipikiranku.
Kemudian, karena wajah inilah bibiku lari ketakutan.
Jika itu kejadiannya, aku mendadak mengerti mengapa ia bersikap seperti itu.
Bayangkan ketika sedang berjalan menuju dapur untuk membuat makan malam dan tiba-tiba saudara yang telah mati berdiri di sana dengan sebuah pisau – itu masuk akal bahwa ia ketakutan. Padahal, jika itu aku, aku sudah berlari pada pelukannya.



Bagamana pun juga, bagian terpenting adalah memutuskan apa yang akan aku lakukan dari sini.
Melakukan sesuatu seperti melihat cermin dan berkata “aku sangat merindukanmu” tidak hanya menakutkan, tapi menyeramkan juga.
Alih-alih melakukan itu, aku harus kembali normal secepat mungkin.
Dari bagaimana bibiku bereaksi, ia mungkin pergi dan memanggil polisi; aku tidak bisa terus diam berdiri di sini dan menunggu.
Di waktu yang sama, jika ada yang percaya dengan “melihat saudara yang sudah meninggal di dapur,” polisi tidak akan bertindak segera.
Yang artinya aku masih punya sedikit waktu.
Sekali lagi, aku melihat lekat-lekat wajah Ibu, terpantul di dalam cermin, tapi jelas tidak seperti tombol yang bisa ditekan untuk kembali normal.
Omong-omong, kapan tepatnya aku menjadi seperti ini?
Saat pertama kali aku memegang pisau, pasti wajahku tercermin di pisau.
Tidak lama setelah itu, bibiku datang berteriak, yang berarti telah terjadi dalam waktu yang singkat.
Dan saat itu, aku berubah seperti ini karena …
“T-tidak mungkin…”
Menutup mataku, aku memutuskan untuk mengetes teoriku.
Hal yang aku lakukan saat itu –
Aku “mengenang” wajah, suara, dan harum Ibu.
Lalu jika aku “mengenang”nya lagi, bukankah aku bisa kembali normal?
Jika dunia ini memiliki cara bahkan idiot bisa memikirkan yang memungkinkan kita untuk mengubah cara kita melihat, aku yakin akan menyebabkan keributan besar.
Itulah sebabnya aku tidak punya harapan tinggi untuk ideku ini.
Tapi aku memutuskan untuk mencobanya, jadi aku memokuskan pikiranku.
Mengenang bentuk, suara, dan bau.



….sekitar 30 detik berlalu.
Walau aku tidak tahu berapa lama waktu menunggu yang ideal, aku membuka mataku.
“Oke…ehhh?! Yang benar saja?!”
Ibuku yang berdiri di sisi cermin telah hilang sepenuhnya.
Dan sebagai gantinya adalah, gadis yang kutemui di taman dua bulan yang lalu.
Tubuhnya, kulitnya, bahkan matanya – ini, tidak diragukan lagi, apa yang aku bayangkan tentang gadis itu.
“A-apa ini, ini hebat…!”
Apakah aku pernah memikirkan sesuatu semenarik ini sebelumnya?
Tidak, aku yakin tidak.
Kejadian aneh ini terjadi di depan mataku yang membuatku penasaran.
Tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, aku tidak tahu bagaimana menyembunyikan perasaan berharap untuk hal-hal yang akan terjadi.
Mata si Gadis yang terpantul di cermin bersinar, seolah-olah ia sedang berbicara tentang “gerakan rahasia”.
Begitu ya, inilah bagaimana kamu merasakannya saat itu.
Jika ini yang kamu rasakan, aku sekarang bisa mengerti mengapa kamu begitu putus asa untuk melanjutkan percakapan kita.



Oh benar, walau aku membuat rencana untuk bertemu gadis itu pada hari itu, aku akhirnya tidak mampu melihatnya.
Jika kebetulan aku melihatnya lagi, aku pasti akan menggunakan kekuatan ini mengejutkannya.
Sepertiku, di dalam tubuh gadis ini, melompat-lompat di sekitar depan wastafel, aku mendengar suara “klik” dari dalam rumah.
Seluruh tubuhku menegang, dan aku mulai berkeringat.
Mendengarkan dengan baik-baik, aku mendengar bibiku berkata, “Ada orang yang mencurigakan! Di sini …”
Sudah kuduga – dia melakukannya, kan.
Dia bisa dengan cepat membawa polisi dengan berkata ada “orang mencurigakan” daripada “hantu”.
Ini bukan waktu yang tepat untuk mulai bermain di sekitar.
Tidak – tidak pernah ada wakt yang tepat, dan sekarang situasi semakin serius.
Untungnya, mereka tidak berencana menerobos masuk.
Aku harus menggunakan kesempatan ini untuk kembali normal. Walau aku yakin bibiku akan kebingungan.
Ketika ia melihat tidak ada apapun di dapur, hanya ini caranya.
Aku akan mencari cara untuk menebus ini setelahnya.
Menutup mata erat-erat, yang bisa kulihat hanya gelap gulita.
Ingat kembali…!
“…ini sama sekali tidak bekerja.”
Aku berkeringat.



Ini buruk. Aku tidak bisa melakukan bagian yang terpenting: mengingat “diriku”.
Dalam bertahun-tahun di hidupku, bagaimana bisa aku sebodoh ini?
Yang aku pikirkan sekarang, aku tidak pernah benar-benar mengambil beberapa foto, atau melihat bagaimana aku terlihat di dalam cermin selama in.
Aku tidak menyadari suaraku sendiri, apalagi bauku sendiri.
Harapan mengisi hatiku, aku membuka mataku – tapi bahkan berdoa pun tidak berguna, dan terpantul di dalam cermin masih gadis itu, wajahnya pucat.
Merasakan langkah kaki mendekat keluar koridor, wajahnya menjadi lebih tegang.
Bagaimana jika, seperti ini, aku tertangkap oleh polisi?
Pasti tidak ada apapun yang yang akan menyulitkan si Gadis lebih dari ini.
Walau aku sadar menyenangkan bisa berubah menjadi orang lain, mustahil bagiku, bodoh dan idot, untuk bisa focus.



“La-lagi pula, aku harus sembunyi dulu…!”
Di dalam kamar mandi, ada ruang terpisah untuk shower.
Meski bersembunyi di sana bukan ide yang bagus, tapi lebih baik dibanding tetap tertangkap seperti ini.
Setelah membuat keputusan, aku segera bertindak.
Dengan panik aku menuju shower.

“Ow!!”
Pinggulku terasa sangat sakit.
Aku tidak tahu apakah - atau bukan - karena suaraku, tapi langkah kaki bergerak mendekatiku, dan menahan napas, aku terjun ke dalam shower.
Seperti dugaanku, beberapa polisi menyerbu masuk ke dalam ruangan. Melihat mereka menatapku, masih dalam wujud gadis, aku menjadi dingin.
Bagaimana aku minta maaf pada gadis ini.
Tidak masalah bagi mereka untuk menatapku, tapi jika keberadaan kekuatan ini terungkap, aku tidak ragu akan menjadi penyebab dari kasus ini.
Jika itu terjadi, kemudian aku pasti akan berakhir di dalam situasi yang sangat sulit.
Hatiku dipenuhi dengan penyesalan. Ah, betapa bodohnya aku ini.
Ketika aku putus asa akan kebodohanku, salah satu polisi mengulurkan tangannya padaku.
“Apakah kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi?”
“Ah, tidak ada, tidak ada apa-apa. Aku hanya terpleset…”
Aku mengatakan kebohongan padanya.
“Begitu. Uh, apa kamu melihat seseorang?”
Pada titik ini, aku memiliki kesadaran mendadak, tapi dengan tenang dan berkata, “Aku tidak melihat siapapun …”
Ketika aku menyelesaikan kalimatku, aku melihat bibiku di belakang polisi, bergetar dalam ketakutan.
Berakhir sudah. Tidak ada jalan keluar sekarang.
Bibiku pasti terkejut melihat penampilan orang asing ini, gadis ini.
Aku akan dibawa entah kemana, kemudian diinterogasi, kemudian….memikirkannya saja membuatku takut.
Tapi berbeda dengan pikiranku, bibiku mengatakan sesuatu yang tidak aku harapkan sama sekali.
“Shuuya-kun, apa yang kamu lakukan?”
“Eh?”
Walau bukan seolah-olah dipanggil dengan namaku benar-benar hal yang aneh, tapi di situasi ini, kata-kata ini sangat penting.
Aku dengan panic berdiri dan melihat sekilas wajahku di ceermin – dan bayangan di dalam cermin, berlinang-airmata, adalah aku di dalam tubuh asliku.







“Shuuya-kun? Apa, sih, yang kamu lakukan?”
Aku mengabaikan bibiku, dan merenungkan apa yang membuatku kembali.
“….Itu sakit.”
Kesimpulan ini terasa sangat ironis.
Rasa sakit di pinggulku ketika aku tersandung.
Apa yang aku rasa pada rasa sakit, yang jelas, adalah “kenangan”.
Walau aku selalu percaya bahwa aku merasa sakit, sepertinya aku sepenuhnya salah.
‘Sakit’ adalah satu-satunya bagian dari ‘aku’ yang bisa kurasakan; satu-satunya bagian dari ‘identitasku’.
Hanya mampu mengiedntifikasikan diriku melalui rasa sakit, seberapa sedikit minat yang aku punya pada diriku?
Semua orang menatapku cemas, tapi aku hanya tertawa mendengar kebenaran absurd ini yang telah aku temukan.
…kekuatan untuk menyamarkan diriku dan menipu orang lain.
Dibandingkan dengan bagaimana perasaanku ketika aku pertama kali bertemu kemampuan menakutkan ini, aku sekarang – aku terkejut sendiri – menyambutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar